Aku bahkan belum berusia 23 tahun waktu itu
Tahun yang berat
Banyak menguras air mataku
Banyak membuatku merasa gagal dalam segalanya
Tahun dimana kami begitu kehilangan sosokmu, papa.
Sebagian yang teringat dan membekas sangat jelas sampai
sekarang adalah
Suaramu..
Tawamu..
Raut wajahmu..
Juga bagaimana jika kau mulai memainkan leluconmu.
Kurasa itu bukan sebagian.. itu adalah seluruhnya dirimu
yang aku ingat pa.
Aku kembali menulis panjang tentangmu setelah beberapa tahun
berlalu..
Aku hanyalah aku yang selalu tidak kuat jika melukiskan kamu
lewat aksaraku yang mati.
Tapi sungguh itu bukanlah sunyi yang sepi..
Dalam aksaraku yang membisu dan berjejer rapi .. disana ada
tangis juga rindu yang sudah tumpah kemana-mana.
Pa, aku rindu. Aku merindukanmu. Dan tentu saja aku selalu
rindu.
Semua hal yang terjadi terkadang masih terulang dengan jelas
dalam pikiran. Masih sering menyapa , masih dan kurasa akan terus
mengingatkanku tentang bagimana kau yang tidak lagi disisi, tidak lagi bersama
kami.
Pa, rindu selalu membawaku kepadamu lewat setiap hal kecil
yang dulu pernah aku lakukan bersamamu dan kini tidak lagi.
Pa, kau sering kali membangunkan kami dengan cara menarik
selimut yang membungkus badan kami dengan rapi di pagi hari. Kau tahu udara
pagi di kota dingin ini sungguh tertolong dengan selimut yang nyaman dan hangat.
Dan kau pun tahu kami akan sangat tidak suka jika kau menganggu kami seperti
itu. Kau sering melakukannya hanya untuk kami bangun atau mungkin kau hanya
ingin menghabiskan beberapa menit waktu bersama sebelum bersiap dan berangkat
kerja. Kau juga sering membuka pintu kamar kami lalu tidak menutupnya kembali.
Kemudian kau akan berlalu begitu saja sambil tersenyum dan tidak peduli kami
yang berteriak memintamu untuk menutupnya kembali.
Pa, ketika aku merindukan semuanya itu mataku mulai
berkaca-kaca masih ada sakit dalam hatiku yang tidak kunjung sembuh jika
mengingat kau yang tidak lagi ada.
Pa, kau ingat? Pernah sekali , aku memasak dengan mengikuti
resep yang ada di majalah yang jadi langganan mama setiap bulannya. Aku ikuti
resep masakan itu karena mudah dan bahan-bahannya ada. Kumasak dan jadilah
masakan itu. Sayangnya tidak ada orang rumah yang suka. Aku ingat mereka
berkata begini” masakan apa ini?”, “
rasanya seperti masih mentah”. Mereka tidak suka. Aku ingat waktu itu aku
kecewa. Aku masuk kedalam kamar dan bersedih sendiri. Tapi ketika kau pulang
dari bekerja dan mama menyiapkan makanan untukmu aku masih ingat mama
menjelaskan bahwa aku memasak sesuatu dan mama bilang rasanya tidak enak. Entah..
setelah kau menyelesaikan makan siangmu dan duduk bersama di ruang tengah kau
berkata “ Enak itu masakan.. kalian saja yang tidak tahu cara makannya, iya toh
kaka?.” Aku tersenyum. Kau satu-satunya orang di dalam rumah yang menyukai
masakan itu.
Pa, jika kembali aku mengingat waktu itu sungguh pecah
tangisku kini.
Kau selalu membuatku merasa bahwa aku bisa. Kau yakin bahwa
aku pasti bisa. Entah itu mungkin butuh waktu yang lama untuk aku sepenuhnya
berhasil melakukannya dengan baik. Kau selalu berkata seperti ini : Tetap
Semangat Walaupun Dalam Kekurangan. Dan kami akan selalu mengingat itu.
Aku merindukanmu pa,
Dengan sangat.
Segala sakit dan perih itu terus kami hadapi setiap harinya
Dengan membungkus bibir dengan senyum yang terbaik walaupun dalam
setiap hari kami merindukanmu dan menyembunyikan tangis sendiri-sendiri.
Pa, tiga tahun sudah kau meningalkan mama, sulung , bungsu
dan aku. Hari-hari yang kami lalui baik. Kami bersyukur pada Tuhan karena
dimampukan sampai saat ini. Kecuali satu hal yang tidak pernah hilang sejak
kepergianmu: Kami sangat merindukanmu dan
sungguh perasaan itu sungguh tidak membuat kami baik-baik saja.
Bahagia bersama Yesus di surga Bapa Bro,
We Love You.